Pengalaman ini mungkin merupakan pengalaman terlucu sekaligus paling ironis yang tidak akan pernah bisa saya lupakan. Hari ini merupakan hari paling bersejarah yang menentukan masa depan.
Tanggal 18 Desember 2010 merupakan hari terpenting di dunia saya karena pada tanggal tersebut, saya dan calon suami saya yang kerap saya panggil Si Tuan Besar akan melangsungkan sebuah pernikahan. Pada hari yang tidak akan pernah saya lupakan seumur hidup itu, saya dan calon suami saya saling menyerahkan ego dan sepenuhnya siap berbagi atas nama komitmen dan cinta. Uniknya, yang terus terlintas dalam pikiran saya adalah lirik lagu Sheila On 7 yang berbunyi: Tuhan, sekali ini saja, lancarkan hariku, hariku bersamanya. Ijinkanku semakin dekat padaMu, menyempurnakan separuh agama bersama seorang imam di sampingku. Ijinkan kami menikah hari ini.
Hari itu matahari bersinar sangat cerah. Padahal, pada hari-hari sebelumnya, hujan kerap turun membasahi daerah kota saya. Namun pada hari itu, matahari bersinar dengan hangat, begitu pula semua hal yang ada di sekitar saya. Semua tampak hangat dan saya benar-benar menikmatinya. Pada hari itu, saya berjanji akan menjadi seorang gadis penurut yang tidak banyak protes seperti hari-hari sebelumnya. Satu hal yang paling saya dambakan adalah saya ingin ketika saya membuka mata, saya melihat seorang gadis cantik berdiri di depan kaca dan siap melangsungkan pernikahannya.
Gadis cantik yang berdiri di depan kaca tadi tampak begitu bahagia ketika akhirnya si tuan besarnya tiba. Namun, kebahagiaan tersebut berubah menjadi kekhawatiran ketika menyadari bahwa penghulu yang akan menghalalkan hubungan saya dan calon suami tidak kunjung menampakkan muka. Saya hanya bisa menunduk dan gugup ketika ayah saya akhirnya menyerahkan anak gadis kesayangannya kepada seorang pemuda yang belum genap setahun beliau kenal. Saya menahan nafas ketika akhirnya satu kalimat yang diucapkan oleh calon suami saya akan mengubah hidup kami berdua.
Ya, akhirnya saya menikah. Awalnya memang hanya seperti mimpi, namun pada akhirnya, saya menyadari bahwa saya telah memutuskan kebahagiaan saya sendiri. Sejak saat itu, dunia serasa selalu penuh dengan senyuman. Setelah akad nikah dan beberapa momen pengambilan foto, kami beristirahat dan bersiap ke gedung yang sudah kami sewa untuk melangsungkan resepsi pernikahan. Seluruh rangkaian tata rias akan dilakukan di gedung. Kalian tahu apa yang terjadi? Ternyata si tuan besar meninggalkan saya untuk pergi berjalan-jalan dengan keluarganya hanya beberapa jam setelah pernikahan kami berdua.
Sesampainya di gedung, saya harus kembali menahan posisi duduk dan menahan kantuk saat penata rias mulai merias wajah saya sejak pukul 14:00. Saya harus menahan sakit saat rambut ditarik dan diikat. Saya harus menahan mata yang semakin berat karena adanya bulu mata palsu. Saya juga harus menahan nafas ketika ibu perias mulai membuat cengkorongan dan mewarnainya dengan pidih. Tidak lupa, saya harus menahan kepala yang terasa sangat berat saat dipasang sanggul pandan beserta pernak-perniknya. Menahan perut dan menahan nafas saat bustier dipasangkan juga semakin mewarnai 'penderitaan' saya pada siang hari itu. Setelah 3,5 jam terlewati, akhirnya proses merias itu selesai juga.
Prosesi panggih berjalan dengan lancar meskipun sedikit terlambat. Para tamu pun banyak berdatangan dan memberikan doa terbaik. Lagu-lagu indah khas pernikahan juga terlantun di dalam gedung dan memberikan suasana romantis tak tertahankan. Malam itu memang malam milik kami berdua. Kaki saya pun mulai pegal karena memakai high heels setinggi 14 cm. Namun, senyum ini rasanya tidak akan bisa terhenti karena semua perjuangan kami rasanya telah terbayarkan.
Hujan yang turun pada malam itu seolah menandakan banyaknya rejeki yang sudah diberikan Tuhan selepas hari pernikahan kami yang sempurna. Namun, ketegangan yang diakibatkan oleh beberapa hari untuk mempersiapkan pernikahan, rasa lelah, dan rasa bahagia yang luar biasa pada hari itu membuat kami berdua sangat kelelahan. Pekerjaan rumah pertama saya adalah membersihkan kuteks, membersihkan dempulan wajah yang berlapis-lapis, mengerok pidih dengan sendok, dan terakhir, membubuhkan pembersih dan penyegar untuk memastikan bahwa wajah saya sudah benar-benar bersih. Waktu yang saya butuhkan untuk melakukan itu semua kurang lebih sekitar 1 jam dan fakta paling menyebalkan yang saya temukan adalah alis saya hanya tinggal separuh.
Selepas membersihkan diri, saya memasuki kamar pengantin. Rasanya sedikit aneh ketika memasuki kamar itu dengan seorang pria yang baru saja menjadi suami kita. No romantic music, no lingerie, no kissing, no hot chocolate karena yang ada hanyalah baby doll panjang, kondisi alis yang tinggal separuh, dan rambut yang masih setengah kering. Apa lagi bayangan yang Anda harapkan?
Berulang kali si tuan besar membual tentang malam pertama pada hari-hari sebelum hari pernikahan kita. Bahkan dia sempat mengecek tempat tidur kami. Tapi, saya sangat yakin bahwa malam itu kami akan sama-sama lelah luar biasa dan yang kami butuhkan hanya satu, tidur yang sangat nyenyak. Yang pertama kali terjadi adalah kami saling berebut posisi paling nyaman di tempat tidur mengingat si tuan besar membutuhkan luas permukaan yang jauh lebih besar dari saya. Akhirnya kami mengambil keputusan pertama kami sebagai suami istri, yaitu tentang bagian tempat tidur masing-masing. Setelah menang dan berhasil menyuruh suamiku mematikan lampu, si tuan besar turun ke tempat tidur dengan bersemangat.
Mendadak terdengar suara, "BRAAAAAKKKKK!!"
Kami berdua saling pandang dan akhirnya sama-sama tertawa cekikikan. Saya tidak tahu tepatnya bagaimana gaya suami saya ketika dia hendak mengambil posisi ternyaman di tempat tidur, tapi yang jelas adalah dia telah merusakkan penahan kayu tengah bagian bawah tempat tidur. Kayu tersebut terlepas dari tempatnya. Aku tidak bisa berhenti tertawa, sementara si tuan besar panik bukan kepalang. Lalu? Si tuan besar lalu memutuskan untuk menggelar kasur di lantai karena dia takut tempat tidur tadi akan rusak semakin parah apabila dipaksa ditiduri. Sedangkan aku dengan suksesnya menguasai ranjang pengantin kami sendirian dan tidur dengan sangat nyenyak malam itu.
Pengalaman malam pertama ini tidak akan pernah bisa saya lupakan karena pengalaman ini benar-benar jauh dari pandangan saya sebelumnya tentang malam pertama yang romantis dan penuh kata-kata manis. Yang ada, malam pertama saya cenderung ironis karena kami kelewat lelah dan enggan bermesraan seperti halnya pasangan pengantin baru pada umumnya. Pengalaman ini tidak akan pernah bisa saya lupakan!
(vem/fii)
Sumber